Sebagai mahluk sosial, komunikasi adalah hal yang paling penting dalam berinteraksi dengan sesama. Dan dalam mendukung kemampuan berkomunikasi tersebut
Manusia dikaruniai suatu alat yang dinamakan lidah untuk berkata-kata.
Namun lidah yang diberikan tidak selalu digunakan untuk menyampaikan sesuatu yang baik, ada saja hal-hal buruk dan menyakitkan hati yang disampaikan oleh manusia dengan perantara lidah tersebut.
Salah satunya adalah memfitnah atau mengucapkan sesuatu yang belum tentu benar adanya tentang seseorang/suatu peristiwa.
Di zaman yang serba canggih dan penuh dengan updetan barang elektronik sebagai alat komunikasi modern sagatlah membantu dalam mempermudah proses komunikasi, media sosial dengan berbagai jenis dan versi menjamur di kalangan anak muda hingga orang tua hingga lansia. Laju komunikasi sudah sulit di tahan dan bahkan tak terbendung lagi untuk di saring. berita-berita hoax, penipuan dan bahkan konten mengandung sara sangat banyak beredar di zaman yang penuh hiruk pikuk provokasi.
Banyak pihak yang merasa dirugikan atas beredarnya kabar burung yg tersebar, ada juga pihak yang tanpa dasar dituduh atas masalah yang terjadi. Sehingga permusuhan dan kebencian semakin mengakar, rasa was-was dan curiga melekat di setiap orang karena kepercayaan mereka dipertanyakan.
Dari masalah diatas kita dapat melihat bahwa sangat urgent dan sangat kacau permasalahan komunikasi kita di zaman sekarang.
Timbul fitnah yang masih dipertanyakan sumbernya, tinggal pandai-pandainya kita menyaring dan memilah mana berita yang dapat kita cerna dan mana yang seharusnya kita buang atau pertanyakan kebenaranya sebelum nanti dikonsumsi.
Alkisah ada seorang guru dan murid. Sang guru selalu menyuruh muridnya ini untuk belajar dan terus belajar hingga muncul rasa bosan di diri si murid. Kemudian murid tersebut selalu membicarakan keburukan sang guru kepada orang lain. Suatu saat sang guru menyuruhnya untuk membawa kemoceng dari rumahnya, sang guru berpesan bahwa saat datang ke tempay guru tersebut setiap mengingat krburukan gurunya dicabut satu bulu kemoceng dan dibuang begitu seterusnya.
Sampai tiba di rumah sang guru, murid tersebut memberikan tongkat kemoceng yang sudah tidak ada bulunya. Kemudian gurunya berkata, kamu akan belajar sesuatu dari ini. Saat hendak pulang sang guru menyuruhnya untuk kembali memungut kembali bulu yang tadinya telah dibuang dan diberikan keesokan hari kepada gurunya. Kemudian dia pergi memungut bulu tersebut dalam perjalanan pulang. Ternyata sangat sulit menemukan bulu yang sudah dibuangnya tadi. Ada yang sudah tertiup angin. Ada yang melekat pada kendaraan yang lewat hingga akhirnya denfan pakaian yang basah akibat keringat dan debu di wajah ia kembali ke gilurunya dan hanya menemukan 5 buah bulu kemoceng. Dan diberikanlah bulu yang ditemukanya kepada sang guru. Gurunyapun mengatakan "kamu akan belajar sesuatu dari peristiwa ini".
Si murid kebingungan dan bertanya apa gerangan yang dapat dipelajari dari kedua peristiwa di tersebut. Kemudian sang guru menjelaskan, bulu kemoceng yang di tebarkan bagaikan fitnah-fitnah yang telah engkau sebarkan begitu mudah dan cepat untuk dibicarakan dan disampaikan. Hingga tanpa disadari , menyebar begitu cepat bagaikan bulu yang tertiup angin tanpa dapat ditemukan kembali.
Ketika kita menyesali perkataan fitnah yang di sampaikan dan ingin menarik kembali arau memperbaikinya, sudah terlambat dan meskipun kita merasa bersalah, kita akan sangat sulit memperbaiki apa yang telah kita katakan. Oleh karena itu janganlah menebar fitnah. Ia akan bertahan selamanya hingfa kita meninggal dan tentunya akan menunggu kita di akhirat kelak.
Semoga bermanfaat.
#ebenk #penamerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar